Pette?? Oh No!

Berawal dari suatu pagi di pasar, saya bertemu banyak penjual pette. Ada yang masih utuh, ada juga yang sudah dikupas bersih. Melihat pette, saya ingat Bapak. Hanya Bapak satu-satunya yang suka pette. Biasanya pette-nya digoreng terlebih dahulu, lalu  beliau memakannya begitu saja, seperti makan kacang goreng. Bapak... Bapak... hihiihi...


Lamunanku langsung buyar ketika sebuah suara menyapaku: "Pette, bu?". Saya hanya senyum sambil menggeleng. Saya kembali melangkahkan kaki, mencari penjual pisang, suami ku sangat suka makan pisang goreng.

Di Rumah

Udang Bumbu Pete
"Kakak, tadi ke pasar Ai’... Ai' beli beli pisang", ceritaku.
"Pisang?? Bikin pisang goreng kejuuuu...??", tanyanya, antusias, saya mengangguk sambil tersenyum.
"Eh eh eh kakak, tadi toh di pasar bau sekali", ceritaku lagi. 
"Nassami, Ayang... kan pasar... kalo harum namanya Mall, hihihi"
"Iyhhh... bukan kak, bukan itu... Ini bukan bau biasa, ini bau PETTE! Iyhhh... Tadi banyak sekali penjual pette, lagi musim pette kah?"
"HAH? PETTE!", tanyanya kaget dengan mata berbinar-binar. 
"Kakak kenapa?"
"Truz Ai' beli pette?"
"Ya tidak lah, siapa yang mau makan, baunya saja begitu" 
"Tapi kan saya suka", ucapnya, pelan.
"HAH? KAKAK SUKA PETTE? SEJAK KAPAN?", kali ini saya yang kaget.
"Dari dulu, sejak kecil... pette... jengkol... beuugghhh... mantap."
Mampus saya... *tepokjidat*

Hari Berikutnya, Di Pasar

Kali ini saya berdiri tepat di depan ibu penjual pette. Agak ragu. 
Beli... tidak.. beli... tidak... beli... tidak... 

"Pette-nya, bu?".
"Ehhh iya, mmm... anu, yang ini berapa?", tanyaku asal tunjuk. 
"Kalo yang ini satu kilo sepuluh ribu, kalo setengah kilo lima ribu", ucap ibu itu, ramah.
waduh, setengah kilo aja sudah banyak sekali itu. Mau dibikin apa pette sebanyak itu...
"Yang mana kita mau??", tanya ibu itu lagi.
"Hmm... yang setengah kilo mo, bu"
Setelah membayar, saya lalu meninggalkan ibu penjual pette itu.

Dalam perjalanan menuju rumah, saya memandangi bungkusan setengah kilo pette itu. Dulu Bapak kalo lagi pengen makan pette, biasanya anak-anaknya yang disuruh kupas kulitnya. Itu pun biasa kami_para anak-anaknya_ langsung mendadak gila. Ada yang pura-pura kerja PR, pura-pura tidur, pura-pura bantu mama, dan ada juga yang pura-pura rela bantu papa kupas pette. Ya, itu saya. Siapa lagi. Anak perempuan terakhir.

Di Rumah

Searching di Google, kira-kira ini pette bagusnya kita diapakan yah? Apa dikasi ma tetangga aja kali ya. Hihihihih.... 
Sambal Pete

Beberapa Minggu Setelahnya, Di Rumah

"Kakak, kakak ndak bosan itu makan pette terus tiap hari?"
"Tidak ji", jawabnya singkat sambil terus menekuni makanan di piringnya.
"Masa ndak bosan? Ai saja yang masak, bosan".
Sambil tertawa, kakak berkata: "Ini enak, Ayang. Pette ini bisa menambah nafsu makan, bagus juga buat kesehatan. Coba deh".
Iya sih, Bapak dulu sering bilang kalau pette itu obat. Tauk deh obat apaan. Yang saya tau, kalau habis makan durian truz makan pette, bau duriannya bisa hilang, berganti jadi bau pette.
"Iya terserahlah yah... tapi yang Ai' tahu, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik lho!", jelasku.
Si Kakak hanya mengangguk-angguk sembari terus mengunyah, entah apa maksudnya. 

Saya jadi khawatir melihat suamiku yang maniak pette itu. Tiap hari makan pette. Saya pun kembali searching di mbah Google. Ternyata pette memang mengandung banyak manfaat untuk kesehatan. Baunya yang khas juga sekarang tidak begitu mengganggu, mungkin karena sudah terbiasa. Tapi alhamdulillah saya jadi lebih tenang. Kegemarannya menyantap pette insya Allah akan baik bagi kesehatannya. Tapi walaupun punya banyak manfaat, saya berusaha untuk mengatur agar suami saya tidak berlebihan dalam mengkonsumsinya. Tetap, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. 

Sebulan Kemudian, Masih Di Rumah

"Cieeee... yang mulai suka pette", 
"Iiiyhh, siapa yang suka? Ai' cuma mau coba, kayak bagaimana sih itu pette sampai bikin kakak ketagihan", jawabku membela diri. 
"Jadi, bagaimana rasanya? Enak toh?"
"HHmm... hmmm... rasanya hmm... ANEH!"
"Hahahahha..., nanti juga terbiasa. Sekali-kali saja makannya kalo ndak suka... Biar khasiatnya sekali-kali juga dirasa, daripada tidak sama sekali", kata kakak.
"IyaaaaHHHHH... okeHHHH...", jawabku sambil menghembuskan nafas.
"Ihhh Ai'... bauuu!!", katanya sambil menutup hidung.
"Masa siHHHHHHHHH...?",
"YoiHHHHHHHH..."
"Hahahhaha..."

SELESAI


Sumber foto: Pribadi


0 comments:

Post a Comment